A.Standar Kontrak
Dalam Pasal 1313
KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Standar
kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk
formulir. Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua
yaitu umum dan khusus.
·
Kontrak
standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh
kreditur dan disodorkan kepada debitur.
·
Kontrak
standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya
dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Jenis-jenis kontrak standar :
Ditinjau dari segi pihak mana
yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada
konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:
·
kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh
produsen/kreditur
·
kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua
atau lebih pihak
·
kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak
ketiga.
Ditinjau dari format atau
bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat dibedakan dua bentuk
kontrak standar, yaitu:
·
kontrak standar menyatu
·
kontrak standar terpisah.
Ditinjau dari segi
penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara:
·
kontrak standar yang baru dianggap mengikat saat
ditandata- ngani;
B. Macam-macam
Perjanjian
Macam-macam
perjanjian obligator ialah sebagai berikut:
·
Perjanjian
dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
·
Perjanjian
sepihak dan perjanjian timbal balik
·
Perjanjian
konsensuil, formal dan, riil
·
Perjanjian
bernama, tidak bernama dan, campuran
Berdasarkan Subjeknya :
·
Perjanjian
antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum
internasional.
·
Perjanjian
internasional antara negara dan subjek hukum internasional lainnya.
·
Perjanjian
antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu organisasi
internasional organisasi internasional lainnya.
Contoh : Perjanjian
antar organisasi internasional Tahta suci (Vatikan) dengan organisasi MEE, kerjasama
ASEAN dan MEE.
Berdasarkan Pihak-pihak yang Terlibat :
·
Perjanjian
bilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak. Bersifat khusus
(treaty contact) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan
kedua negara saja. Perjanjian ini bersifat tertutup, yaitu menutup kemungkinan
bagi pihak lain untuk turut dalam perjanjian tersebut.
·
Perjanjian
Multilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak, tidak hanya
mengatur kepentingan pihak yang terlibat dalam perjanjian, tetapi juga mengatur
hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka yaitu memberi
kesempatan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut,
sehingga perjanjian ini sering disebut law making treaties.
Contoh :
-Perjanjian
antara Indonesia dengan Filipina tentang pemberantasan dan penyelundupan dan
bajak laut, perjanjian Indonesia dengan RRC pada tahun 1955 tentang dwi
kewarganegaraan, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang
ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampaksiring, Bali.
-Konvensi hukum
laut tahun 1958 (tentang Laut teritorial, Zona Bersebelahan, Zona Ekonomi
Esklusif, dan Landas Benua), konvensi Wina tahun 1961 (tentang hubungan
diplomatik) dan konvensi Jenewa tahun 1949 (tentang perlindungan korban
perang).
-Konvensi hukum
laut (tahun 1958), Konvensi Wina (tahun 1961) tentang hubungan diplomatik,
konvensi Jenewa (tahun 1949) tentang Perlindungan Korban Perang.
Berdasarkan Fungsinya :
·
Law Making
Treaties / perjanjian yang membentuk hukum, adalah suatu perjanjian yang
meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat
internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral).
·
Treaty contract
/ perjanjian yang bersifat khusus, adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan
kewajiban, yang hanya mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian
saja (perjanjian bilateral).
Contoh
:Perjanjian Indonesia dan RRC tentang dwikewarganegaraan, akibat-akibat yang
timbul dalam perjanjian tersebut hanya mengikat dua negara saja yaitu Indonesia
dan RRC.
Perjanjian
internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif, karena
lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian internasional diatur juga
hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum
internasional (antarnegara). Kedudukan perjanjian internasional dianggap sangat
penting karena ada beberapa alasan, diantaranya sebagai berikut :
1. Perjanjian internasional lebih menjamin kepastian
hukum, sebab perjanjian internasional diadakan secara tertulis.
2. Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara para subjek hukum internasional.
2. Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara para subjek hukum internasional.
C. Syarat sahnya
perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang
Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1.
Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai
segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas,
artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan
hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat
pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3.
Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini
diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan.
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai
suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4.
Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai
maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal
ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau
ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu
atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
D.Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai
arti penting bagi :
·
kesempatan penarikan
kembali penawaran
·
penentuan resiko
·
saat mulai dihitungnya
jangka waktu kadaluwarsa, menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Untuk menentukan saat lahirnya kontrak dalam hal yang
demikian ada beberapa teori :
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kotrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya. Pada saat tersebut pernyataan kehendak dari orang yang menawarkan dan akseptor saling bertemu.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kotrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya. Pada saat tersebut pernyataan kehendak dari orang yang menawarkan dan akseptor saling bertemu.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak
adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya
Perikatan,
lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan
yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan
oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu
keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi
dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik.
Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk
ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian
ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu
perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan.
Supaya terjadi
persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu pokok persoalan tertentu.
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dua syarat
pertama disebut juga dengan syarat
subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak
terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka
kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur
ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka
kontrak tersebut adalah batal demi hukum.
Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan
tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut
sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau
undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus
dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas
dimasukkan di dalamnya.
E. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
1. Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu
pihak yang membuat perjanjian atau pun batal demi hukum. Perjanjian yang
dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:
·
Adanya suatu
pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang
ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
·
Pihak pertama
melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara
financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
·
Terkait
resolusi atau perintah pengadilan
·
Terlibat hukum
·
Tidak lagi
memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksankan perjanjian
2.
Pelaksanaan perjanjian
Itikad baik
dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai
pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan
norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik
ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang
telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai
tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa.
Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian
tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Sumber ;
0 komentar:
Posting Komentar